Pendidikan lingkungan hidup

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sasaran pembangunan lingkungan hidup di Kota Semarang adalah meningkatnya
kualitas lingkungan hidup wilayah dan terselenggaranya kegiatan pembangunan yang
memperhatikan daya dukung lahan secara serasi dan berkelanjutan (Soemarmo, 2006).
Ini saat yang tepat bagi UNNES untuk mempelopori dan sekaligus sebagai model dalam
membangun kawasan yang berorientasi pembangunan berkelanjutan berwawasan
berkelanjutan sesuai kaidah konservasi.
Kebijakan Universitas Negeri Semarang menerapkan Universitas Konservasi
(conservation university) merupakan kebijakan yang tepat, tidak saja sejalan dengan
kebijakan Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah, tetapi juga sejalan dengan
kebijakan nasional serta strategi pelestarian dunia. Hal ini dimungkinkan karena UNNES
memiliki kekuatan dalam program-program, tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang
sudah dijalankan. Selanjutnya telah dirancang program baru yang berbasis konservasi.
Dengan demikian kehadiran UNNES sebagai Universitas Konservasi di Desa Sekaran
diharapkan dapat menata kembali ekosistem sehingga berfungsi kembali sebagaimana
mestinya.
Universitas Konservasi adalah konsep yang memadukan antara pedagogi dengan
ekologi dengan mempertimbangkan sumber daya hayati dan lingkungan universitas
sehingga mewarnai pelaksanaan dan pengembangan Tri Darma Perguruan Tinggi.
Universitas Konservasi dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah atau aspek-aspek
konservasi yaitu pemanfaatan secara lestari, pengawetan, penyisihan, perlindungan,
perbaikan dan pelestarian. UNNES sebagai Universitas Konservasi berarti visi dan misi
UNNES yang memayungi Tri Darma Perguruan Tinggi dilaksanakan dengan kaidah
konservasi.
Ada tiga keanekaragaman hayati, yaitu: keanekaragaman genetik,
keanekaragaman spesies dan keanekaragaman ekosistem. UNNES setidaknya memiliki
dua keanekaragaman (spesies dan ekosistem) yang unik. Keanekaragaman spesies baik
tumbuhan dan hewan diketahui amat beragam. Spesies atau jenis tumbuhan yang ada di
sekitar Kampus UNNES Sekaran tidak kurang dari 10.000 pohon meliputi 50 jenis.
Sejumlah 15.000 pohon dari 39 jenis ada di Taman Kehati UNNES. Satwa yang telah
diinventarisasi meliputi jenis kupu (43), burung (43). Dari jenis kupu dan burung yang
dijumpai beberapa diantaranya sudah dilindungi. Di bidang keanekaragaman ekosistem,
UNNES memiliki kawasan bawah (kampus lama Kelud, PGSD Tugu) serta kawasan atas
(kampus Sekaran) yang memiliki kontur bervariasi dengan kemiringan antara 2-40%. Hal
ini menjadi potensi dalam mengembangkan UNNES menjadi Universitas Konservasi.
UNNES sebagai Universitas Konservasi mempunyai tujuan untuk meningkatkan
sikap mental (mind set), perilaku (behavior) dan peran serta (participation) seluruh warga
UNNES dalam pembangunan untuk mendukung nation and caracter building sesuai
kaidah konservasi. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari kebijakan UNNES sebagai
Universitas Konservasi, adalah: (1) terciptanya lingkungan kampus yang ideal untuk
mengembangkan Tri Darma Perguruan Tinggi, (2) mendukung laju percepatan UNNES
yang sehat, unggul dan sejahtera (SUTERA), (3) melalui alumni dapat menyebarluaskan
kaidah konservasi ini ke seluruh daerah (Jawa Tengah ) saat para alumni bekerja kelak,
dengan demikian penyebaran paradigma konservasi menjadi luas dan cepat terutama di
daerah yang memerlukan, (4) sebagai sumber belajar, penelitian dan rekreasi pendidikan,
khususnya di bidang keanekaragaman hayati.
B. Pengertian dan Ruang lingkup PLH
Pendidikan lingkungan hidup (PLH) merupakan upaya mengubah perilaku dan
sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran mayarakat tentang nilai-nilai
lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan
masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan
untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Pendidikan lingkungan
hidup mempelajari permasalahan lingkungan khususnya masalah dan pengelolaan
pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya dan konservasinya.
C. Mengapa PLH Penting
Pernyataan yang sampai saat ini masih terngiang dari Sumarwoto (1997) adalah
pembangunan dapat dan telah merusak lingkungan, tetapi pembangunan juga diperlukan
untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Kita semua memang menginginkan keadaan
lingkungan yang lestari, yaitu kondisi lingkungan yang secara terus menerus dapat
menjamin kesejahteraan hidup manusia dan juga mahluk hidup lainnya. Untuk
memelihara kelestarian lingkungan ini setiap pengelolaan harus dilakukan secara
bijaksana. Pengelolaan yang bijaksana menuntut adanya pengetahuan yang cukup
tentang lingkungan dan akibat yang dapat timbul karena gangguan manusia. Pengelolaan
yang bijaksana juga menuntut kesadaran akan tanggung jawab manusia terhadap
kelangsungan generasi mendatang. Pengetahuan dan kesadaran akan pengelolaan
lingkungan ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan sejenisnya.
Bagaimana perkembangan dan pendidikan lingkungan di Indonesia?. Indonesia
sudah ikut serta dalam berbagai kegiatan internasional. Bahkan sebelum diselenggarakan
konferensi di Stockholm 5-11 Juni 1972, Indonesia menurut Soemarwoto (1997) telah
menyelenggarakan pertemuan untuk pertama kalinya mengenai lingkungan ini 15-18 Mei
1972. Kemajuan berikutnya adalah dengan dibentuknya Kementrian Kependudukan dan
Lingkungan Hidup yang menghasilkan UURI No.4 Th 1982 kemudian diperbaiki dengan
UURI No.23 Th 1997. Selanjutnya Depdiknas telah memasukkan pendidikan lingkungan
ini, baik terintegrasi dengan mata pelajaran lain maupun dalam muatan lokal.
Departemen Pendidikan Nasional melalui Proyek Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup, sejak 2004, telah mengadakan sosialisasi dan pelatihan (TOT) tingkat
nasional tentang konsep pendidikan lingkungan pada pendidikan dasar dan menengah.
Jika pada tingkat satuan pendidikan SD, SMP segerajat, SMA sederajat sudah memulai
pendidikan lingkungan hidup, maka di tingkat perguruan tinggi, apalagi Universitas Negeri
Semarang, mahasiswa diseluruh program studi diwajibkan untuk mengambil mata kuliah
PLH ini. Apalagi jika diperhatikan di Perancis pendidikan berbasis lingkungan
(ekopedagodi) ini telah dikembangkan sejak awal tahun 60-an. Apakah ekopedagogi itu?
1. Alam jangan dipandang sebagai lingkungan hidup (environment) semata tetapi
sebagai ruang pemberi dan pemakna kehidupan (lebenstraum).
2. Pendidikan yang dapat mengubah paragidma ilmu dan bersifat mekanistik,
reduksionis, parsial dan bebas nilai menjadi ekologis, holistik dan terikat nilai
sehingga dapat tumbuh kearifan (wisdom), misalnya dengan: membangun
watak dan menghargai hak hidup mahluk hidup lainnya.
3. Pendidikan lebih menekankan pendekatan biosentrisme dan ekosentrisme,
bukan lagi antroposentrisme.
4. Pendidikan untuk mengenali alam, sehingga tumbuh rasa cinta/ respek
terhadap alam beserta isinya.
Di Indonesia telah ada kerjasama antara Menteri LH dengan Mendiknas, serta
Menteri Agama tentang kebijaksanaan PLH. Kemudian menyusul Surat Edaran Direktur
Jendral Manajemen Dasar dan Menengah No.5555/C/C5/TU/2005 tentang pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan
surat ini diharapkan jajaran pendidikan di tingkat provinsi, kota dan kabupaten dapat
segera menindaklanjuti dengan menyusun program, strategi dan materi PLH untuk
diaplikasikan sejak SD. Berbagai permasalahan memang banyak dihadapi, mulai dari
padatnya kurikulum, pelatihan yang belum merata, SDM belum siap untuk menyediakan
materi/ bahan ajar dan alat.
Pendidikan dan pembinaan rasa tanggung jawab ini merupakan tugas penting dari
berbagai pihak, terutama dibidang pendidikan. Melalui pendidikan di sekolah siswa-siswi
diperkenalkan dengan lingkungan hidupnya, memperoleh pengetahuan dasar dan
permasalahan tentang lingkungan (Seumahu 1981). Pendapat ini terus dan banyak
didukung (Megantara, dkk. 2001; Proyek KLH Diknas 2004; Sutrisno 2005). Pemerintah
Kabupaten Cilacap setiap tahunnya menjelang awal masuk sekolah, melakukan
pembinaan terhadap siswa-siswi SMP dan SMA tentang lingkungan yang dikoordinir oleh
Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Hal ini telah disadari karena pembelajaran
lingkungan hidup merupakan upaya untuk mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan
oleh berbagai pihak atau eleman masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang konsep lingkungan dan isu
permasalahan lingkungan sehingga dapat berperan aktif dalam upaya keselamatan dan
pelestarian untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang (Sunarno 2006).
Dengan melihat masih banyaknya sampah (domestik, industri, transportasi) di
sungai, pantai; penebangan liar pohon tanpa penanaman kembali; pengambilan secara
berlebihan sumber daya tak terbarukan, mengingatkan kepada kita bahwa pendidikan
lingkungan hidup (PLH) masih sangat diperlukan. Bahkan harus secara terus menerus
disampaikan kepada semua lapisan, sampai kesadaran akan pentingnya kualitas yang
baik dari lingkungan telah dimiliki oleh sebagian besar bangsa ini. Untuk warga kota
Semarang teruskan kegiatan resik-resik kutho sebagai budaya warga Semarang. Untuk
Dinas Pendidikan Kota semarang teruskan KPDL-nya dan kembangkan tidak saja di SD
tetapi , SMP sederajat serta SMA sederajat. UNNES sebagai Universitas Konservasi jelas
harus mengusung pendidikan lingkungan hidup (PLH) ini bagi mahasiswa baik program
studi kependidikan maupun non-kependidikan. Kegiatan ini merupakan pembinaan
sekaligus pendidikan yang sangat nyata.
D. Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup
Selain ada tujuan perkuliahan PLH, maka secara global ada 5 tujuan pendidikan
lingkungan yang disepakati usai pertemuan di Tbilisi 1977 oleh dunia internasional. Fien
dalam Miyake, dkk. (2003) mengemukakan kelima tujuan yaitu sebagai berikut.
1. Di bidang pengetahuan: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk
mendapatkan berbagai pengalaman dan mendapat pengetahuan tentang apa
yang diperlukan untuk menciptakan dan menjaga lingkungan yang berkelanjutan.
2. Di bidang kesadaran: membantu kelompok sosial dan individu untuk mendapatkan
kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan secara keseluruhan beserta isu-isu
yang menyertainya, pertanyaan, dan permasalahan yang berhubungan dengan
lingkungan dan pembangunan.
3. Di bidang perilaku: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk
memperoleh serangkaian nilai perasaan peduli terhadap lingkungan dan motivasi
untuk berpartisipasi aktif dalam perbaikan dan perlindungan lingkungan.
4. Di bidang ketrampilan: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk
mendapatkan ketrampilan untuk megidentifikasi, mengantisipasi, mencegah, dan
memecahkan permasalahan lingkungan.
5. Di bidang partisipasi: memberikan kesempatan dan motivasi terhadap individu,
kelompok dan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam menciptakan
lingkungan yang berkelanjutan.
Jadi pendidikan lingkungan hidup diperlukan untuk dapat mengelola secara
bijaksana sumber daya kita dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap
kepentingan generasi yang akan datang diperlukan pengetahuan, sikap dan ketrampilan
atau perilaku yang membuat sumber daya kita tetap dapat dimanfaatkan secara lestari
atau dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sutainable used).
Pengetahuan, sikap dan perilaku dapat diperoleh melalui pendidikan baik formal,
non formal maupun informal. Oleh karena itu setidaknya ada empat pilar utama dalam
mendukung pelaksanakan pendidikan lingkungan hidup. Pertama, Departemen
Pendidikan Nasional harus mempunyai keberanian untuk segera memasukkan
pendidikan lingkungan hidup ini dalam kurikulum sekolah dasar hingga pendidikan tinggi,
dengan kata lain Diknas menangani peserta didik. Kedua, instansi pemerintah yang
terkait misalnya Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Perindustrian dalam membina
masyarakat industri. Ketiga, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang membina
pendidikan lingkungan hidup bagi masyarakat luas. Keempat, Lembaga hukum yang
membuat dan menerapkan sangsi secara hukum pelanggaran terhadap pelaku kerusakan
dan pencemaran lingkungan.
Masalahnya sekarang apakah pendidikan lingkungan hidup pada keempat pilar
tersebut sudah sesuai yang diharapkan? Banyak pendapat sektor hukum masih menjadi
titik lemah. Sebagai contoh, siswa di sekolah dan juga dirumah sudah tertib misalnya
dalam membuang sampah, tetapi begitu melihat orang lain membuang sampah ke
sungai, yang menyebabkan banjir, tidak ditegur atau dikenakan sangsi. Contoh lain
seberapa banyak para penebang atau pemegang HPH nakal yang mendapat sangsi
hukum sesuai dengan pelanggarannya?
Tentu tidak kalah penting adalah peranan pendidikan baik di tingkat sekolah
dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Di Jawa Tengah, sampai tahun 2007,
pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup baru dalam taraf sosialisasi. Masih sedikit
sekolah yang telah melaksanakannya. Padahal jika baru dimulai sejak sekarang
setidaknya akan terasa dalam pengelolaan lingkungan setelah 12-16 tahun kemudian.
Setelah peserta didik lulus dari bangku SMA atau Perguruan Tinggi dan memasuki dunia
kerja, mereka baru dapat menerapkan pengelolaan berwawasan lingkungan. Harapan ini
baru berhasil bila pilar lainnya juga menerapkan pendidikan lingkungan hidup pada
wilayahnya masing-masing. Semoga berhasil, karena pendidikan lingkungan hidup
merupakan tumpuan bagi pengelolaan sumber daya sebagai sumber bagi kehidupan
sekarang dan di masa yang akan datang.


Daftar Pustaka
Alam. 2004. Kebun Raya Masuk Halaman SD. Warta 3 bulanan. Bogor: Investing in
Nature-Indonesia, Kebun Raya Bogor.
Keraf, Sony. 2004. Bencana dan Krisis Lingkungan Global. Materi TOT PKLH
Dikdasmen di Sawangan Bogor.
Kompas. 2004. Upaya Jempol mengatasi Sampah Plastik.
Megantara, Erri Noviar, dkk. 2001. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Modul Kerjasama
Bappedal Prov. Jabar dengan Unpad.
Parus. 2004. Konsep PLH pada Pendidikan Dasar dan Mengah. Materi TOT PKLH
Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas.
Santosa, Kukuh.2004. Pendidikan Lingkungan Hidup melalui Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Materi Pelatihan bagi Guru SD diselenggarakan Kerjasama Bintari-
Dinas Pendidikan Kota Semarang dan UNNES.
Seumahu, JG; Nuryanti Y Rustaman. 1981. Kelestarian Alam. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Jambatan
Sutrisno, Djoko (Ed). 2005. Pendidikan Lingkungan Hidup. Buku Pegangan Guru SD
Kerjasama Bappedal Prov. Jateng dengan FMIPA UNNES.
Wahyono, Sri. 2004. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Padat. Materi TOT
PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas.

Tidak ada komentar: